Rabu, 18 Januari 2012

Bisnis Rumahan Hingga ke Luar Negeri


Siapa sangka, bisnis rumahan yang awalnya kecil kini dapat menginspirasi banyak orang bahkan membuat orang 'menjiplak' produknya? Melihat peluang usaha dengan cermat, manajemen usaha dan pengelolaan yang serius, itulah yang dilakukan Devi Trisna Afiati, owner Qirani, produsen busana muslim kasual yang banyak digemari anak muda saat ini.

Bakat Bisnis

Sejak di bangku sekolah, Devi sudah mempunyai bakat bisnis. Ia berjualan sebuah produk kosmetik dengan menawarkan kepada teman-teman sekolahnya lewat katalog yang ia bawa. Bakat bisnisnya pun semakin terasah ketika duduk di bangku kuliah. Melihat teman-temannya banyak yang berjilbab, Devi mencoba peruntungan dengan berjualan jilbab. Tak tanggung-tanggung, ia membeli bahan, merancang, dan menjahit sendiri jilbab yang akan dijualnya.


Selepas kuliah, Devi sempat menjadi orang kantoran alias pegawai. Mulai dari pegawai di bagian sales and distribution, finance, hingga quality assurance. Selama menjadi pegawai pun, Devi melakukan 'double job', yaitu menawarkan beberapa produk ke teman-teman kantornya. Produknya pun macam-macam, mulai dari peralatan makan hingga jilbab. Ia mengaku, kadang omset 'jualannya' tersebut malah melebihi pendapatannya sebagai pegawai.

Meski tidak berkuliah di jurusan bisnis, melainkan Manajemen Agribisnis di Fakultas Pertanian, Devi tidak malu untuk berdagang. Jenuh dari pekerjaan rutinnya sebagai 'orang kantoran' bahkan sering pulang hingga larut malam, ia pun berpikir untuk memulai usahanya sendiri. Sebuah bisnis yang 'long lasting', katanya.

Pada tahun 2006, Devi membaca peluang untuk menjual busana muslim kasual yang saat itu belum banyak ditemui di masyarakat. Waktu itu, banyak kaos anak muda yang tidak syar'i, yaitu ketat jika dipakai (membentuk tubuh). Kalaupun ada kaos muslimah yang banyak di pasaran selalu berbordir sehingga tidak semua muslimah muda yang menyukainya. Berbekal pengalaman kerjanya di berbagai bidang dan bakat bisnisnya, Devi pun merancang konsep bisnis dengan serius dan menajamkan bisnisnya di busana muslimah berbahan dasar katun yang tetap syar'i tapi trendy.

Juli 2007, Devi harus mengganti merk yang dipakainya, yaitu Izzati, dengan merk lain karena merk tersebut telah ada yang menggunakan. Ia pun berkreasi dan menemukan Qirani, yang berarti 'look at me'. Berasal dari kata 'kirana' (bahasa Sansekerta, berarti 'tetap bercahaya') dan 'iqra' (bahasa Arab, berarti 'baca' atau 'lihat'). Gabungan kata tersebut menjadi motto bisnisnya sehingga ia berharap bisnis yang dijalankannya tetap bercahaya, maju, dan long lasting, bertahan lama.

Antara Bisnis dan Rumah Tangga

Devi menyadari, usaha yang dilakoninya bukan apa-apa tanpa ridho dari suami dan keluarga. Oleh karena itu, sejak awal, ia selalu membuka komunikasi dengan suami dan keluarga tentang bisnisnya. Dukungan dari keluarga membuat Devi semakin percaya diri untuk memperluas pasar bisnisnya. Bagaimana tidak, ia memulai bisnisnya dari rumah dengan mengandalkan jaringan pertemanan, baik dari teman-temannya sendiri, teman-teman suaminya, maupun saudara-saudaranya. Dari model promosi seperti itu, ia berharap, produknya menyebar dan dikenal secara umum.

“Pola promosi, pertama dari mulut ke mulut. Dari teman yang sudah mulai usaha jualan, saya tawarkan. Jaringan suami. Kerja sama juga dengan teman yang sudah punya usaha. Nitip produk yang memang sudah banyak pelanggannya,” ujar Devi.

Bisnis Devi pun mulai merangkak. Karyawan yang tadinya hanya 2 orang, kini bertambah menjadi 15 orang. Devi pun bersyukur, mimpi-mimpi yang tertuang dalam konsep bisnisnya dulu menjadi semacam pemetaan langkah-langkah apa yang harus dijalaninya untuk mengembangkan bisnis. “Karyawan hanya dua orang di awal, setelah 6 bulan sejak Juli 2007, naik cukup pesat, orang sudah mulai 'aware' bahwa ada juga pakaian kasual modis yang syar'i. Dari mulai awal 2008, bertambah jadi 15 orang,” ungkap Devi.

Dari awal, Devi memang menggarap bisnisnya secara serius. Mulai dari keuangan yang dipisahkan dengan keuangan keluarga hingga mengatur bagaimana mendapatkan bahan baku dan pola distribusi serta promosi. “Awalnya bisnis rumahan tapi digarap serius, mulai pembukuan, keuangan, seolah-olah sudah perusahaan. Belajar profesional, memisahkan antara uang usaha dengan uang keluarga,” tutur Devi.

Segmentasi Qirani adalah muslimah remaja dan ibu-ibu muda. Wilayah pemasarannya mulai dari Jawa hingga Hongkong, Malaysia, dan Singapura. Namun, Devi berharap Qirani dapat pula menjangkau daerah-daerah di pulau lain seperti Sumatra, Kalimantan, dan Papua.

Qirani yang berbahan dasar katun murni sangat tergantung pada suplai katun dari pabrik. Tak heran, pernah ada kendala yang dialami Devi saat produksi katun sedang menurun akibatnya suplai katun ke Qirani ikut terhambat pula padahal permintaan pasar sedang naik. “Kadang-kadang karena bahan alam kan tergantung dengan alam juga. Jadi ada saat-saat di mana panen katun itu lagi jelek. Nah, itu berdampak juga ke suplai bahan agak sulit. Bisa jadi penyerapan warnanya kurang bagus, terus terlihat seperti kualitasnya menurun,” ungkap Devi yang menjadikan sosok Siti Khadijah, istri Rasulullah saw sebagai inspiratornya dalam berbisnis.

Meski begitu, Devi bersyukur, permintaan pasar Qirani tidak pernah sampai anjlok, bahkan ikut meningkat jika di musim Lebaran seperti produsen pakaian muslim lainnya. Strategi promosi yang dilakukan Devi saat permintaan turun adalah menggempur dengan bermacam-macam promosi. Trik tersebut terbukti ampuh menjaga kestabilan penjualan Qirani.

Soal desain produk, Devi masih bekerja sendiri. “Sampai saat ini, masih desain sendiri. Saya explore aja kira-kira ini kalo yang muda sama remaja tuh senangnya pakai baju seperti apa,” ujar Devi yang tidak menutup kemungkinan untuk membuat tim desain ke depannya.

Merasakan kesuksesan Qirani sampai saat ini, Devi belum puas untuk berinovasi. Apalagi ia menyadari, ada beberapa produsen yang terang-terang 'menjiplak' produknya. Hal itu dijadikannya sebagai pemacu untuk lebih kreatif, inovatif, dan peduli terhadap konsumen.

Kunci sukses Devi dalam berbisnis adalah keyakinan dan kerja keras. “Pertama itu kan niat. Di awal saya usaha, bukan hanya meraih keuntungan, tapi membantu orang sekitar. Membuka lapangan pekerjaan lebih banyak. Kemudian kerja keras, doa, niat tak akan terwujud tanpa kerja keras,” tuturnya.

Tak lupa pula, Devi menganggap, kesuksesannya adalah amanah. “Saya menganggap ini sebuah amanah, harus dijaga baik-baik. Tidak semua orang punya kesempatan yang sama, bisa meraih kesuksesan seperti ini. Harus dijaga betul, meluruskan niat, agar berbuat untuk orang banyak. Bukan sekadar bisnis,” katanya. Devi juga berpesan bahwa karier bisnisnya juga jangan sampai mengorbankan rumah tangga. Buatnya, karier dan keluarga sama penting. Ia terus mendorong para muslimah yang mempunyai potensi dan ilmu untuk berkarier dan mengejar cita-citanya tapi tetap harus memperhatikan perannya di keluarga. (Ind)
sumber : www.eramuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar